Rakyat Kecil Diseret ke Meja Hijau, Kuasa Hukum Bongkar Ketimpangan Sidang di Belitung

 

Rakyat Kecil Diseret ke Meja Hijau, Kuasa Hukum Bongkar Ketimpangan Sidang di Belitung

Belitung, gerubok.com – Persidangan yang menyeret belasan kuli panggul di Belitung menuai sorotan tajam. Tim kuasa hukum IHZA & IHZA Law Firm menilai proses hukum tersebut menyisakan ketimpangan serius, di mana masyarakat kecil justru menanggung beban pidana, sementara pihak yang diduga memiliki peran utama belum tersentuh hukum.

Tim kuasa hukum menegaskan, perkara yang menjerat para kuli panggul ini seharusnya dipandang secara komprehensif dan berkeadilan. 

Mereka menilai, persidangan belum sepenuhnya mencerminkan rasa keadilan yang hidup di tengah masyarakat.

Kuasa hukum Ahmad Maulana, S.H., M.H., menyampaikan bahwa sistem hukum Indonesia mengenal tiga asas utama yang wajib berjalan beriringan, yakni asas kepastian hukum, asas kemanfaatan, dan asas keadilan.

“Kami mendukung penuh proses penegakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, hingga nantinya diputus oleh pengadilan. Namun penegakan hukum juga harus melihat aspek kemanfaatan dan keadilan, terutama dengan mempertimbangkan posisi para terdakwa,” ujar Ahmad Maulana.

Ia menjelaskan, para terdakwa dalam perkara ini hanyalah kuli panggul yang bekerja secara harian untuk menghidupi keluarga. 

Para pekerja tersebut disebut tidak mengetahui asal-usul maupun legalitas barang yang mereka angkut. 

Bahkan hingga proses persidangan berjalan, status barang tersebut dinilai belum memiliki penetapan hukum yang jelas, apakah legal atau ilegal.

Menurut Ahmad Maulana, latar belakang para terdakwa semakin memperjelas posisi mereka sebagai kelompok rentan. 

Sebagian besar direkrut secara harian, memiliki tanggungan keluarga, serta berlatar belakang pendidikan rendah. 

Kondisi tersebut membuat mereka tidak memahami regulasi pertambangan, Undang-Undang Minerba, maupun prosedur pengangkutan barang yang sah.

Ia juga menegaskan bahwa dalam perkara ini tidak ditemukan adanya niat jahat atau kesengajaan (mens rea) dari para terdakwa.

“Mereka tidak memiliki tujuan melanggar hukum. Mereka hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,” tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Cahya Wiguna, S.H., M.H., C.T.L., menyatakan bahwa ketidakadilan dalam perkara ini dapat dirasakan secara nyata oleh siapa pun yang mengikuti langsung jalannya persidangan.

“Kita semua yang menyaksikan langsung jalannya persidangan tentu dapat merasakan bahwa ketidakadilan itu ada dan nyata. Rasa keadilan yang hidup di hati masyarakat tidak akan pernah hilang dan akan terus dibawa hingga kapan pun,” ungkap Cahya Wiguna.

Ia juga menyoroti belum adanya penyelidikan serius terhadap pihak yang diduga sebagai pelaku utama atau pemimpin dalam perkara tersebut. 

Bahkan, pihak yang diduga memiliki peran sentral itu disebut belum pernah diperiksa, sementara masyarakat kecil justru harus menghadapi proses hukum.

“Bayangkan, pihak yang diduga sebagai pelaku utama tidak pernah disentuh proses hukum, sementara rakyat kecil kembali menjadi korban dalam proses persidangan ini,” ujarnya.

Tim kuasa hukum berharap aparat penegak hukum dan majelis hakim dapat menangkap kegelisahan publik serta mempertimbangkan seluruh fakta persidangan secara objektif, demi menghadirkan putusan yang adil, manusiawi, dan berpihak pada rasa keadilan masyarakat.***

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال