Aksi tersebut berlangsung pada Senin, 6 Oktober 2025 kemarin, dan diikuti ribuan penambang serta masyarakat yang menuntut kejelasan harga pembelian timah rakyat.
Dalam pernyataannya, Restu menegaskan bahwa perusahaan secara resmi menaikkan harga pembelian timah menjadi Rp 300 per SN 70.
Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari keputusan sebelumnya, di mana harga sempat dinaikkan menjadi Rp260 per kilogram untuk kadar SN 100%.
Restu menyebut langkah tersebut sebagai bentuk kesepakatan bersama sekaligus wujud nyata kepedulian perusahaan terhadap kesejahteraan para penambang lokal.
“Kami bersama seluruh karyawan PT Timah sepakat, karena kami juga bagian dari masyarakat Bangka Belitung,” ujar Restu di hadapan massa aksi.
“Kami ingin membangun daerah ini bersama-sama, bukan hanya dari sisi perusahaan, tetapi juga bersama masyarakat.” sambungnya.
Selain soal harga, Restu juga mengungkapkan bahwa PT Timah telah menyiapkan dana sebesar Rp1,5 triliun untuk pembelian timah dari masyarakat. Dana tersebut berasal dari pemerintah melalui kerja sama antara perusahaan dan Danantara.
“Dananya sudah tersedia, hanya tinggal menunggu proses pencairan. Kami mohon sedikit waktu agar semuanya berjalan lancar dan tertib,” jelasnya.
Restu juga menanggapi isu mengenai keberadaan satuan tugas (satgas) yang disebut-sebut menindak para penambang rakyat. Ia menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar dan meminta masyarakat untuk tidak khawatir.
“Satgas itu tidak ada untuk menangkap penambang. Kalau nanti ada yang ditangkap, segera beri tahu kami,” tegasnya.
Sementara itu, perwakilan penambang, Randi (35), menyambut baik keputusan tersebut. Ia menyebut kebijakan baru ini sebagai angin segar bagi masyarakat yang selama ini kesulitan menjual hasil tambang dengan harga yang layak.
“Kami berterima kasih jika harga benar-benar disepakati Rp300 per SN 70. Harapan kami, perusahaan menepati janji dan membeli timah rakyat sesuai kesepakatan,” ujarnya.
Aksi yang berlangsung sedikit ricuh itu pun berakhir dengan penuh harapan. Para penambang berharap kebijakan ini segera diterapkan di lapangan agar dapat menggerakkan kembali roda ekonomi masyarakat yang bergantung pada sektor pertimahan.
Langkah ini diharapkan menjadi awal baru dalam hubungan antara perusahaan dan masyarakat penambang di Bangka Belitung menuju tata kelola pertimahan yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan. (MX)